BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Indonesia merupakan
negara kepulauan yang memiliki wilayah perairan laut maupun perairan air tawar
yang cukup luas. Sebagai negara kepulauan maka Indonesia memiliki daerah pantai
dan daerah estuari maupun hutan bakau yang luas untuk dijadikan daerah
pertambakan.
Dalam suatu perairan
terdapat berbagai macam organisme yang sangat kompleks baik yang berukuran
besar maupun yang berukuran kecil (mikroskopik). Adapun organisme yang
berukuran kecil ini sangat beraneka ragam. Organisme yang tidak bergerak aktif,
melayang dalam perairan dan gerakannya cenderung bervariasi sesuai dengan
adaptasi terhadap lingkungan disebut plankton. Sub grup plankton terdiri atas
golongan binatang (hewan) yang disebut zooplankton dan tumbuh-tumbuhan disebut
fitoplankton.
Sistim pelagik terdiri
dari hewan dan tumbuh-tmbuhan yang hidup berenang dan melayang-layang dilautan
terbuka. Ini berbeda dengan sistem bentik yang terdiri dari organisme-organisme
yang hidup didasar laut.
Plankton tidak saja
penting bagi kehidupan ikan baik langsung maupun tidak langsung, akan tetapi
penting juga bagi segala jenis hewan yang hidup di dalamnya, baik air payau,
tawar maupun air laut. Tanpa plankton khususnya fitoplankton sebagai produksi
primer tidak akan mungkin terjadi kehidupan hewan didalam laut dari permukaan
sampai kedasarnya.
Dasar ketergantungan
zooplankton dan fitoplankton dalam melengkapi bahan-bahan organik menunjukkan
suatu hubungan yang kompleks sehingga terbentuk sebuah rantai makanan yang
disebut foot web, sifat khas rantai makanan mempunyai pengaruh yang penting
dalam menentukan jumlah produksi ikan diberbagai daerah.
Untuk melengkapi dan
menambah pengetahuan dalam mempelajari ataupun mengidentifikasi plankton perlu
diadakan studi langsung dilapangan untuk mendapatkan data dan sebagai bahan
perbandingan dengan teori yang ada untuk menarik suatu kesimpulan yang logis.
Oleh karena itu kegiatan penelitian dan pengidentifikasian baik secara langsung
maupun tidak langsung perlu dilakukan agar mendapatkan hasil yang maksimal.
2.
Tujuan dan Kegunaan
Praktik lapang ini
bertujuan untuk mengetahui kelimpahan dan jenis zooplankton dan fitoplankton di
kawasan Pantai losari.
Kegunaan praktek lapang
ini adalah untuk memahami cara perhitungan kelimpahan plankton. Diharapkan pula
mahasiswa memahami jenis –jenis fitoplankton dan zooplankton yang ditemukan
didaerah kawasan Pantai losari yang dapat diambil dengan menggunakan plankton
net.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
1. Plankton
Istilah plankton pertama
kali diperkenalkan oleh Victor Hensen pada tahun 1887, yang berarti pengembara.
Plankton merupakan sekelompok biota di dalam ekosistem akuatik (baik tumbuhan
maupun hewan) yang hidup mengapung secara pasif, sehingga sangat dipengaruhi
oleh arus yang lemah sekalipun (Arinardi, 1997).
Menurut Hutabarat dan
Evans (1985), plankton adalah suatu organisme yang terpenting dalam ekologi
laut. Kemudian dikatakan bahwa bahwa plankton merupakan salah satu organisme
yang berukuran kecil dimana hidupnya terombang-ambing oleh arus perairan laut.
Menurut Nontji (2005),
plankton adalah organisme yang hidupnya melayang atau mengambang di dalam air.
Kemampuan geraknya, kalaupun ada, sangat terbatas hingga organisme tersebut
terbawa oleh arus namun, mempunyai peranan penting dalam ekosistem laut, karena
plankton menjadi bahan makanan bagi berbagai jenis hewan laut lainnya. Selain
itu hampir semua hewan laut memulai kehidupannya sebagai plankton terutama pada
tahap masih berupa telur dan larva.
Plankton dapat dibagi
menjadi dua golongan yaitu : fitoplakton dan zooplankton. Berdasarkan siklus
hidupnya plankton dapat dibagi menjadi dua yaitu holoplankton dan meroplankton (Nybakken, 1988).
a. Holoplankton
Menurut Nyabekken (1988), menyatakan bahwa holoplankton adalah plankton
yang selama daur hidupnya tetap sebagai plankton (plankton sejati) seperti
Capepoda. Kelompok plankton tetap adalah
yang sepanjang hidupnya dilaluinya sebagai plankton.Contoh dari jenis ini adalah
chaetognatha dan cepepoda, jika larva suatu organisme berasal dari induknya
yaitu plankton maka jika larva yaitu bermetamorfosis menjadi organisme
dewasa maka organisme tersebut akan tetap menjadi sebagai plankton.
b. Meroplankton
Meroplankton adalah hewan yang hidup sebagai plankton untuk sementara saja,
yang merupakan fase awal dari daur (siklus) hidupnya . Meroplankton umumnya
berupa telur hingga larva yang hidup melayang atau mengembang diatas laut .
Memasuki tahap dewasa ia berubah secara bertahap menjadi nekton yang bisa
berenang bebas , atau sebagai bentos yang hidup menancap , melekat , atau
menetap di dasar laut . Sebagian besar hewan laut yang kita kenal seperti ikan
, udang , kepiting , kerang , cumi - cumi , teripang , karang batu memulai daur
hidupnya sebagai meroplankton. Karena itu meroplankton ini sangat tinggi
keberagamannya (Nurmanali, 2011).
c. Fitoplankton
Fitoplankton adalah komponen
autotrof plankton. Autotrof adalah organisme yang mampu menyediakan/mensintesis
makanan sendiri yang berupa bahan organik dari bahan anorganik dengan bantuan
energi seperti matahari dan kimia. Komponen autotrof berfungsi sebagai produsen (Wikipedia, 2011).
Nama fitoplankton diambil dari
istilah Yunani, phyton atau "tanaman" dan planktos, yang berarti
"pengembara" atau "penghanyut". Sebagian besar fitoplankton
berukuran terlalu kecil untuk dapat dilihat dengan mata telanjang. Akan tetapi,
ketika berada dalam jumlah yang besar, mereka dapat tampak sebagai warna hijau
di air karena mereka mengandung klorofil dalam sel-selnya (walaupun warna
sebenarnya dapat bervariasi untuk setiap spesies fitoplankton karena kandungan
klorofil yang berbeda beda atau memiliki tambahan pigmen seperti
phycobiliprotein) (Wikipedia, 2011).
d. Zooplankton
Berlawanan dengan
fitoplankton, zooplankton yang merupakan anggota plankton yang bersifat hewani,
sangat beraneka ragam dan terdiri dari bermacam larva dan bentuk dewasa yang
mewakili hampir seluruh filum hewan. Namun demikian dari sudut ekologi, hanya
satu golongan dari zooplankton yang sangat penting artinya, yaitu subklas
copepoda (klas Crustaceae, filum Arthropoda). Kopepoda adalah crustace
haloplanktonik yang berukuran kecil yang mendominasi zooplankton disemua
samudra dan laut. Hewan kecil ini sangat penting artinya bagi ekonomi
ekosistem-ekosistem bahari karena merupakan herbivora primer dalam laut. Dengan
demikian, copepoda berperan sebagai mata rantai yang amat penting antara
produksi primer fitoplankton dengan
karnivora besar dan kecil (Nyabakken, 1988).
Ukurannya yang paling umum berkisar 0.2 - 2 mm , tetapi ada juga yang
berukuran besar misalnya ubur - ubur yang bisa berukuran sampai lebih satu
meter . Zooplankton dapat dijumpai dari perairan pantai , dan perairan tropis
hingga ke perairan kutub (Nurmanali, 2011).
II. Kondisi Lingkungan
a. Suhu
Plankton dari jenis
fitoplankton hanya dapat hidup dengan baik di tempat-tempat yang mempunyai
sinar matahari yang cukup. Akibatnya penyebaran fitoplankton besar pada lapisan
permukaan laut saja. Keadaan yang demikian memungkinkan untuk terjadinya proses
fotosintesis. Sejak sinar matahari yang diserap oleh lapisan permukaan laut,
maka lapisan ini relatif panas sampai ke kedalaman 200 m (Hutabarat dan Evans,
1985).
b. Salinitas
Menurut
Nontji (2005),
menyatakan bahwa meskipun salinitas mempengaruhi produktivitas individu
fitoplankton namun peranannya tidak begitu besar, tetapi di perairan
pantai peranan salinitas mungkin lebih menentukan terjadinya suksesi jenis pada
produktivitas secara keseluruhan. Karena salinitas bersama-sama dengan suhu menentukan
densitas air, maka salinitas ikut pula mempengaruhi pengambangan dan penenggelaman
fitoplankton.
BAB III
METODOLOGI
PENELITIAN
1. Waktu dan Tempat
Praktikum planktonologi ini
dilaksanakan hari Sabtu 3 November
2012,dari jam 08.00 sampai 12.00
WITA bertempat di Anjungan Pantai Losari, dan dilakukan 3 kali pengambilan
sampel. Sedangkan kegiatan
mengidentifikasi dilaksanakan pada hari Selasa
11 Desember 2012 dimulai pada pukul 12.00 WITA sampai 13.00 WITA, bertempat di Laboratorium
Biologi Laut,Jurusan Ilmu Kelautan Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan
Universitas Hassanuddin,Makassar.
2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktik lapang ini yaitu
1. Planktonet
yang berfungsi untuk menangkap plankton
2. Tali
rafia sepanjang 5 meter yang berfungsi sebagai pengikat planktonet,
3. Botol
sampel sebanyak 3 buah ukuran 100 ml
berfungsi untuk menempatkan sampel plankton
4. label
berfungsi untuk menuliskan keterangan pada botol sampel,
5. Alat
tulis-menulis yang berfungsi membantu dalam penulisan data
6. Sedgewick-Rafter
Counting Cell 1mL sebagai tempat menaruh sampel
7. Mikroskop
yang berfungsi untuk melihat plankton dengan perbesaran tertentu
8. Salinometer
berfungsi untuk mengukur tingkat salinitas air laut
9. Thermometer
yang berfungsi untuk mengukur suhu air laut,
10. Pipet
tetes berfungsi untuk meneteskan sampel air ke dalam Sedgewick-Rafter Counting
Cell
11. Tissue
yang berfungsi untuk mengelap kaca preparat Sedgewick-Rafter Counting Cell.
Adapun bahan yang digunakan dalam praktik lapang ini adalah :
1. Lugol dan alkohol yang
berfungsi untuk menetralkan dan
mengawetkan plankton-plankton yang ada di botol sampel.s
2. Air tawar
3. Metode kerja
a. Lapangan
Pertama-tama
tiap kelompok menyiapkan semua alat dan bahan yang akan digunakan dalam
pengambilan sampel di lapangan. Kemudian ikatkan tali rafia pada
ujung atas planktonet. Lalu turunkan plantonet ke air laut secara perlahan.
Setelah botol planktonet terisi, tarik tali rafia kembali ke atas. Lalu
masukkan sampel air ke dalam botol sampel. Setelah itu ukur suhunya menggunakan
thermometer dan ukur salinitasnya menggunakan salinometer. Teteskan pula 5
tetes lugol ke dalam salah satu
botol sampel. Tempelkan label pada botol sampel sebagai penanda bahwa botol
tersebut adalah sampel pertama dari planktonet. Praktikan melakukan pengambilan
sampel selama 3 kali. Setelah melakukan
kegiatan yang sama selama tiga kali, botol sampel dan ketiga diteteesi dengan
alkohol sebanyak 1 tetes.
b. Laboratorium
Pertama-tama praktikan menyiapkan semua alat dan bahan
yang diperlukan untuk melakukan identifikasi plankton. Lalu siapkan mikroskop
yang ada di laboratorium. Setelah itu siapkan Sedgewick-Rafter Counting Cell.
Dengan menggunakan tissue, lap kaca preparatnya hingga bersih. Lalu, pasang
Sedgewick-Rafter Counting Cell di meja preparat, atur hingga sesuai dengan
ukuran Sedgewick-Rafter Counting Cell. Setelah itu miringkan kaca preparat yang
ada di atas Sedgewick-Rafter Counting Cell (sehingga ada celah untuk meneteskan
air sampel). Dengan menggunakan pipet tetes, ambil sampel air yang dalam botol
sampel I (pertama). Goyang-goyangkan pipet tetes dalam botol sampel secara
perlahan. Teteskan sampel air secara perlahan ke dalam Sedgewick-Rafter
Counting Cell hingga penuh. Tutup kaca preparat dan atur kembali fleksibilitas
meja preparat tidak renggang. Mulai amati sampel menggunakan mikroskop. Catat
hasilnya dalam lembar kerja. Lakukan hal yang sama untuk botol selanjutnya.
c. Perhitungan Jumlah Plankton
Analisa data untuk magnifikasi rendah melalui proses
sebagai berikut:
1. Mengisi
Sedgwick-Rafter (S-R)
Letakkan deg-glass secara diagonal melintang dari S-R dan
masukkan sampel dengan pipet. Hal ini untuk menghindari adanya gelembung.
Dek-glass diputar berlhan hingga S-R penuh dengan air sampel. Pengisian air
sampel tidak boleh melebihi 1 mm karena dapat menyebabkan perhitungan yang
tidak tepat.
2. Menghitung
Alur (Strip)
Alur dari S-R
merupakan susunan volume
air sampel dengan panjang 50 mm, tinggi 1 mm, dan lebar 2 mm. Jumlah dari alur
yang dihitung adalah ketelitian dan nilai perhitungan organisme per alur.
Adapun perhitungan plankton pada S-R sebagai berikut:
Jumlah Organisme / mL
= C x 1000 mm3
L x Dx W x S
Dimana:
C = Jumlah organisme yang ditemukan
L = Panjang alur (S-R) mm
D = Tinggi alur (S-R) mm
W = Lebar alur (S-R) mm
S = Jumlah alur yang dihitung
Untuk menghitung kelimpahan plankton, maka digunakan
rumus Michel (1994) sebagai petunjuk pengolahan data.
n = (a x 1000 ) x c plankton / liter
l
Dimana:
n = Kelimpahan plankton
(jumlah plankton/L)
a = Jumlah
rata-rata plankton dalam 1 mL
c = mL plankton pekat volume air
tersaring
l = Volume sampel air tersaring
3. Perhitungan Indeks Keragaman
Untuk menghitung keanekaragaman, maka digunakan Shannon
Indeks diversity sebagai petunjuk pengolahan data.
H’ = - S ( ni ) ln ( ni )
N N
Dimana:
S = Jumlah seluruh spesies
ni = Jumlah individu/spesies
N = Jumlah Individu keseluruhan
Untuk menghitung keseragaman, digunakan Evennes Indeks
sebagai petunjuk pengolahan data.
Dimana:
S = Jumlah
seluruh spesies
H
max = Keanekaragaman
maksimum
E = Indeks
keseragaman
4. Analisis Data
Kelimpahan plankton dikelompokkan menurut ulangan yang dilakukan dan disajikan dengan tabel berdasarkan waktu pengambilan sampel. Pengujian
komposisi jenis dan kelimpahan plankton dianalisis dengan manual dengan bantuan
peralatan tertentu sebagai media analisis. Sedangkan hubungan kelimpahan
plankton dengan parameter lingkungan dianalisis dengan analisis regerensi
berganda.
B.
Pembahasan
Dari hasil
pengamatan pada setiap ulangan nilai kelimpahan yang tertinggi yaitu pada
ulangan 1 dan 6. Sebesar 22 L dengan nilai yang sama, sedangkan kelimpahan
plankton yang terkecil pada setiap
ulangan yaitu pada ulangan 5 dan
10 sebesar 2 L dengan nilai kelimpahan
yang sama.
Indeks
keanekaragaman (H) merupakan keanekaragaman spesies dari fitoplankton dan
zooplankton yang menghuni suatu komunitas, dimana nilai keanekaragaman erat
kaitannya dengan sedikit banyaknya jumlah spesies yang ada dalam komunitas
tersebut. Dari hasil pengamatan diperoleh data indeks keanekaragaman plankton dengan nilai yang paling tertinggi yaitu pada
ulangan 1 dan 6 sebesar 1,166 sedangkan nilai keanekaragaman plankton yang
terkecil terdapat pada ulangan 4 dan 5. Dimana masing-masing stasiun masih
dikategorikan dalam stabilitas komunitas plankton sedang atau kualitas air
tercemar sedang. Sesuai dengan pernyataan Maheswara (2003), mengenai kriteria
indeks keanekaragaman (H) yaitu :
H’<1 =
Komunitas biota tidak stabil atau kualitas air tercemar berat
1<H’<3 =
Stabilitas komunitas biota sedang atau kualitas air tercemar sedang
H’>3 = Stabilitas
komunitas biota dalam kondisi stabil (prima) atau kualitas air bersih
Dari
hasil pengamatan diperoleh data indeks keseragaman
plakton yaitu dengan rata-rata 0,3592. Indeks keseragaman menunjukkan pola
sebaran plankton yaitu merata atau tidak. Jika nilai indeks keseragaman ralatif
tinggi maka keberadaan setiap jenis biota di perairan dalam kondisi merata
(ferianti, 2007).
Nilai indeks bekisar
antara 0 – 1
e = 0, keseragaman antara spesies rendah, artinya kekayaan individu yang
dimiliki masing-masing spesies sangat jauh berbeda.
e = 1, keseragaman antar spesies relatif merata atau relatif sama..
Dari hasil pengamatan yang
diperoleh menunjukan suhu air pada setiap ulangan yaitu 30ºC. Hal ini menandakan bahwa suhu perairan cukup memungkinkan
bagi pertumbuhan plankton untuk bertahan hidup. Hal tersebut sesuai dengan pernyataan Nyabekken (1992), bahwa suhu yang
baik untuk kehidupan plankton secara umumberkisar antara 200C – 300C
Dari hasil pengamatan menunjukkan
salinitas tiap ulangan sama yaitu 27 ppt. Nontji
(1984) menyatakan bahwa meskipun salinitas mempengaruhi produktivitas individu
fitoplankton namun peranannya tidak begitu besar, tetapi di perairan pantai
peranan salinitas mungkin lebih menentukan terjadinya suksesi jenis pada
produktivitas secara keseluruhan. Karena salinitas bersama-sama dengan suhu
menentukan densitas air, maka salinitas ikut pula mempengaruhi pengambangan dan
penenggelaman fitoplankton.
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
A. Simpulan
Kesimpulan dari praktikum Planktonologi Laut adalah sebaga berikut :
1. Nilai kelimpahan yang tertinggi yaitu pada ulangan 1 dan 6. Sebesar 22 L
dengan nilai yang sama, sedangkan kelimpahan plankton yang terkecil pada
setiap ulangan yaitu pada ulangan 5 dan 10 sebesar 2 L dengan nilai kelimpahan yang sama
2. Nilai indeks keanekaragaman yang paling tertinggi yaitu pada ulangan 1 dan
6 sebesar 1,166 sedangkan nilai keanekaragaman plankton yang terkecil terdapat
pada ulangan 4 dan 5.. Dimana masing-masing ulangan masih dikategorikan dalam
stabilitas komunitas plankton sedang atau kualitas air tercemar sedang.
3.
Dari hasil pengamatan
diperoleh data indeks keseragaman plakton
yaitu dengan rata-rata 0,3592
4.
Dari hasil pengamatan yang diperoleh menunjukan suhu dan salinitas pada setiap ulangan yaitu 30ºC dan 27 ppt.
B.
Saran
Sebaiknya
pada praktikum selanjutnya masing-masig kelompok didampingi oleh asisten dan alat
yang disediakan lebih lengkap agar praktik bisa berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Arinardi, O. H. 1997. Status Pengetahuan Plankton di Indonesia.
Oseanologi dan Limnologi di Indonesia. Puslitbang-LIPI. Jakarta.
Hutabarat, S. dan S.M,
Evans, 1985. Pengantar Oseanografi.
Universitas Indonesia Press Jakarta.
Nontji, Anugrah. 2005. Laut Nusantara Djambatan. Jakarta.
Nybakken, J. W. 1988. Biologi Laut Suatu Pendekatan Ekologi.
Gramedia . Jakarta