Jumat, 03 Mei 2013

UNSUR INTERPRETASI


TUGAS MANDIRI
INDRAJA KELAUTAN

UNSUR INTERPRETASI

logo-unhas-warna.jpg


WIDYASTUTI
L111 11 009




JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013
1. Unsur interpretasi citra terdiri dari sembilan:
Ø  Rona atau warna
Ø  Ukuran
Ø  Bentuk
Ø   Tekstur
Ø   Pola
Ø   Tinggi
Ø   Bayangan
Ø   Situs
Ø   Asosiasi

ð  Sembilan unsur interpretasi citra ini disusun secara berjenjang atau secara hirarkis dan disajikan pada Gambar:
https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgnr7dFY1ETDfgoNNm1ZdSU_4C802i5VkXv0zCD7JfE2WojPjouNtcBj9HORJQZPIucQlVZXdTXkOI2kUv8paClRNuaq0U1JrkUTQNBc0S95DTvUDGBwznuvfLccHKqil6SVY7L7Hk-5H8/s320/seg.jpg

Ø  Rona dan Warna
Rona (tone / color tone / grey tone) adalah tingkat kegelapan atau tingkat kecerahan obyek pada citra. Rona pada foto pankromatik merupakan atribut bagi obyek yang berinteraksi dengan seluruh spektrum tampak yang sering disebut sinar putih, yaitu spektrum dengan panjang gelombang (0,4 0,7) μm. Berkaitan dengan penginderaan jauh, spektrum demikian disebut spektrum lebar, jadi rona merupakan tingkatan dari hitam ke putih atau sebaliknya.
Warna merupakan ujud yang tampak oleh mata dengan menggunakan spektrum sempit, lebih sempit dari spektrum tampak. Sebagai contoh, obyek tampak biru, hijau, atau merah bila hanya memantulkan spektrum dengan panjang gelombang (0,4 0,5) μm, (0,5 0,6) μm, atau (0,6 0,7) μm. Sebaliknya, bila obyek menyerap sinar biru maka ia akan memantulkan warna hijau dan merah. Sebagai akibatnya maka obyek akan tampak dengan warna kuning
Berbeda dengan rona yang hanya menyajikan tingkat kegelapan, warna menunjukkan tingkat kegelapan yang lebih beraneka. Ada tingkat kegelapan di dalam warna biru, hijau, merah, kuning, jingga, dan warna lainnya. Meskipun tidak menunjukkan cara pengukurannya, Estes et al. (1983) mengutarakan bahwa mata manusia dapat membedakan 200 rona dan 20.000 warna. Pernyataan ini mengisyaratkan bahwa pembedaan obyek pada foto berwarna lebih mudah bila dibanding dengan pembedaan obyek pada foto hitam putih. Pernyataan yang senada dapat diutarakan pula, yaitu pembedaan obyek pada citra yang menggunakan spektrum sempit lebih mudah daripada pembedaan obyek pada citra yang dibuat dengan spektrum lebar, meskipun citranya sama-sama tidak berwarna. Asas inilah yang mendorong orang untuk menciptakan citra multispektral.
Rona dan warna disebut unsur dasar. Hal ini menunjukkan betapa pentingnya rona dan warna dalam pengenalan obyek. Tiap obyek tampak pertama pada citra berdasarkan rona atau warnanya. Setelah rona atau warna yang sama dikelompokkan dan diberi garis batas untuk memisahkannya dari rona atau warna yang berlainan, barulah tampak bentuk, tekstur, pola, ukuran dan bayangannya. Itulah sebabnya maka rona dan warna disebut unsur dasar.
Ø  BENTUK
Bentuk merupakan variabel kualitatif yang memerikan konfigurasi atau kerangka suatu obyek (Lo, 1976). Bentuk merupakan atribut yang jelas sehingga banyak obyek yang dapat dikenali berdasarkan bentuknya saja.
Bentuk, ukuran, dan tekstur pada Gambar 1 dikelompokkan sebagai susunan keruangan rona sekunder dalam segi kerumitannya. Bermula dari rona yang merupakan unsur dasar dan termasuk primer dalam segi kerumitannya. Pengamatan atas rona dapat dilakukan paling mudah. Oleh karena itu bentuk, ukuran, dan tekstur yang langsung dapat dikenali berdasarkan rona, dikelompokkan sekunder kerumitannya.
Ada dua istilah di dalam bahasa Inggris yang artinya bentuk, yaitu shape dan form. Shape ialah bentuk luar atau bentuk umum, sedang form merupakan susunan atau struktur yang bentuknya lebih rinci.
·         Contoh shape atau bentuk luar:
- Bentuk bumi bulat
- Bentuk wilayah Indonesia memanjang sejauh sekitar 5.100 km.
·         Contoh form atau bentuk rinci:
- Pada bumi yang bentuknya bulat terdapat berbagai bentuk relief atau bentuk lahan seperti gunungapi, dataran pantai, tanggul alam, dsb.
- Wilayah Indonesia yang bentuk luarnya memanjang, berbentuk (rinci) negara kepulauan. Wilayah yang memanjang dapat berbentuk masif atau bentuk lainnya, akan tetapi bentuk wilayah kita berupa himpunan pulau-pulau.
Baik bentuk luar maupun bentuk rinci, keduanya merupakan unsur interpretasi citra yang penting. Banyak bentuk yang khas sehingga memudahkan pengenalan obyek pada citra.
·         Contoh pengenalan obyek berdasarkan bentuk
- Gedung sekolah pada umumnya berbentuk huruf I, L, U, atau berbentuk empat segi panjang
- Tajuk pohon palma berbentuk bintang, tajuk pohon pinus berbentuk kerucut, dan tajuk bambu berbentuk bulu-bulu
- Gunungapi berbentuk kerucut, sedang bentuk kipas alluvial seperti segi tiga yang alasnya cembung
- Batuan resisten membentuk topografi kasar dengan lereng terjal bila pengikisannya telah berlangsung lanjut
- Bekas meander sungai yang terpotong dapat dikenali sebagai bagian rendah yang berbentuk tapal kuda
Ø  UKURAN
Ukuran ialah atribut obyek berupa jarak, luas, tinggi, lereng, dan volume. Karena ukuran obyek pada citra merupakan fungsi skala, maka di dalam memanfaatkan ukuran sebagai unsur interpretasi citra harus selalu diingat skalanya.
·         Contoh pengenalan obyek berdasarka ukuran:
- Ukuran rumah sering mencirikan apakah rumah itu rumah mukim, kantor, atau industri. Rumah mukim umumnya lebih kecil bila dibanding dengan kantor atau industri.
- Lapangan olah raga di samping dicirikan oleh bentuk segi empat, lebih dicirikan oleh ukurannya, yaitu sekitar 80 m x 100 m bagi lapangan sepak bola, sekitar 15 m x 30 m bagi lapangan tennis, dan sekitar 8 m x 10 m bagi lapangan bulu tangkis.
- Nilai kayu di samping ditentukan oleh jenis kayunya juga ditentukan oleh volumenya. Volume kayu bisa ditaksir berdasarkan tinggi pohon, luas hutan serta kepadatan pohonnya, dan diameter batang pohon
Ø  TEKSTUR
Tekstur adalah frekuensi perubahan rona pada citra (Lillesand dan Kiefer, 1979) atau pengulangan rona kelompok obyek yang terlalu kecil untuk dibedakan secara individual (Estes dan Simonett, 1975). Tekstur sering dinyatakan dengan kasar, halus, dan belang-belang.
·         Contoh pengenalan obyek berdasarkan tekstur:
- Hutan bertekstur kasar, belukar bertekstur sedang, semak bertekstur halus.
- Tanaman padi bertekstur halus, tanaman tebu bertekstur sedang, dan tanaman pekarangan bertekstur kasar .
- Permukaan air yang tenang bertekstur halus.
Ø  POLA
Pola, tinggi, dan bayangan pada Gambar 1 dikelompokkan ke dalam tingkat kerumitan tertier. Tingkat kerumitannya setingkat lebih tinggi dari tingkat kerumitan bentuk, ukuran, dan tekstur sebagai unsur interpretasi citra. Pola atau susunan keruangan merupakan ciri yang menandai bagi banyak obyek bentukan manusia dan bagi beberapa obyek alamiah.
·         Contoh:
- Pola aliran sungai sering menandai struktur geologi dan jenis batuan. Pola aliran trellis menandai struktur lipatan. Pola aliran yang padat mengisyaratkan peresapan air kurang sehingga pengikisan berlangsung efektif. Pola aliran dendritik mencirikan jenis tanah atau jenis batuan serba sama, dengan sedikit atau tanpa pengaruh lipatan maupun patahan. Pola aliran dendritik pada umumnya terdapat pada batuan endapan lunak, tufa vokanik, dan endapan tebal oleh gletser yang telah terkikis (Paine, 1981)
- Permukaan transmigrasi dikenali dengan pola yang teratur, yaitu dengan rumah yang ukuran dan jaraknya seragam, masing-masing menghadap ke jalan.
- Kebun karet, kebun kelapa, kebun kopi dan sebagainya mudah dibedakan dari hutan atau vegetasi lainnya dengan polanya yang teratur, yaitu dari pola serta jarak tanamnya.
Ø  BAYANGAN
Bayangan bersifat menyembunyikan detail atau obyek yang berada di daerah gelap. Obyek atau gejala yang terletak di daerah bayangan pada umumnya tidak tampak sama sekali atau kadang-kadang tampak samar-samar. Meskipun demikian, bayangan sering merupakan kunci pengenalan yang penting bagi beberapa obyek yang justru lebih tampak dari bayangannya.
·         Contoh:
- Cerobong asap, menara, tangki minyak, dan bak air yang dipasang tinggi lebih tampak dari bayangannya.
- Tembok stadion, gawang sepak bola, dan pagar keliling lapangan tenis pada foto berskala 1: 5.000 juga lebih tampak dari bayangannya.
- Lereng terjal tampak lebih jelas dengan adanya bayangan.
Ø  SITUS
Bersama-sama dengan asosiasi, situs dikelompokkan ke dalam kerumitan yang lebih tinggi pada Gambar diatas. Situs bukan merupakan ciri obyek secara langsung, melainkan dalam kaitannya dengan lingkungan sekitarnya.
Situs diartikan dengan berbagai makna oleh para pakar, yaitu:
- Letak suatu obyek terhadap obyek lain di sekitarnya (Estes dan Simonett, 1975). Di dalam pengertian ini, Monkhouse (1974) menyebutnya situasi, seperti misalnya letak kota (fisik) terhadap wilayah kota (administratif), atau letak suatu bangunan terhadap parsif tanahnya. Oleh van Zuidam (1979), situasi juga disebut situs geografi, yang diartikan sebagai tempat kedudukan atau letak suatu daerah atau wilayah terhadap sekitarnya. Misalnya letak iklim yang banyak berpengaruh terhadap interpretasi citra untuk geomorfologi.
- Letak obyek terhadap bentang darat (Estes dan Simonett, 1975), seperti misalnya situs suatu obyek di rawa, di puncak bukit yang kering, di sepanjang tepi sungai, dsb. Situs semacam ini oleh van Zuidam (1979) disebutkan situs topografi, yaitu letak suatu obyek atau tempat terhadap daerah sekitarnya.
Situs ini berupa unit terkecil dalam suatu sistem wilayah morfologi yang dipengaruhi oleh faktor situs, seperti:
(1) beda tinggi,
(2) kecuraman lereng,
(3) keterbukaan terhadap sinar,
(4) keterbukaan terhadap angin, dan
(5) ketersediaan air permukaan dan air tanah.
Lima faktor situs ini mempengaruhi proses geomorfologi maupun proses atau perujudan lainnya.
·         Contoh:
- Tajuk pohon yang berbentuk bintang mencirikan pohon palma. Mungkin jenis palma tersebut berupa pohon kelapa, kelapa sawit, sagu, nipah, atau jenis palma lainnya. Bila tumbuhnya bergerombol (pola) dan situsnya di air payau, maka yang tampak pada foto tersebut mungkin sekali nipah.
- Situs kebun kopi terletak di tanah miring karena tanaman kopi menghendaki pengaturan air yang baik.
- Situs pemukiman memanjang umumnya pada igir beting pantai, tanggul alam, atau di sepanjang tepi jalan.
Ø  AS0SIASI
Asosiasi dapat diartikan sebagai keterkaitan antara obyek yang satu dengan obyek lain. Adanya keterkaitan ini maka terlihatnya suatu obyek pada citra sering merupakan petunjuk bagi adanya obyek lain.
·         Contoh:
- Di samping ditandai dengan bentuknya yang berupa empat persegi panjang serta dengan ukurannya sekitar 80 m x 100 m, lapangan sepak bola di tandai dengan adanya gawang yang situsnya pada bagian tengah garis belakangnya. Lapangan sepak bola berasosiasi dengan gawang. Kalau tidak ada gawangnya, lapangan itu bukan lapangan sepak bola. Gawang tampak pada foto udara berskala 1: 5.000 atau lebih besar.
- Stasiun kereta api berasosiasi dengan jalan kereta api yang jumlahnya lebih dari satu (bercabang).
- Gedung sekolah di samping ditandai oleh ukuran bangunan yang relatif besar serta bentuknya yang menyerupai I, L, atau U, juga ditandai dengan asosiasinya terhadap lapangan olah raga. Pada umumnya gedung sekolah ditandai dengan adanya lapangan olah raga di dekatnya.

COLPOPHYLLIA


TUGAS MANDIRI
KORALOGI
COLPOPHYLLIA
logo-unhas-warna.jpg

WIDYASTUTI
L111 11 009
ILMU KELAUTAN



JURUSAN ILMIU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013




COLPOPHYLLIA
Ø  Colpophyllia natans

Ø  Corallite growth           : Shared wall for intramular, maksudnya adalah dinding yang dipakai secara bersama atau dengan kata lain menyatu dengan dinding lainnya (Husain A.A.A, 2013)

Ø  Corallite form              : Exsert Corallite (coral.aims.gov.au)
Ø  Corallum type             :  Meandroid corallites (Husain, A.A.A, 2013)
Ø  Colony shape growth  : Massive (porites.geology.uiowa.edu)



DAFTAR PUSTAKA

coral.aims.gov.au [Diakses tanggal 17 April 2013]

Husain, A. A. A. 2013. Coral Skeleton Structures. Materi Kuliah Koralogi (ppt). Department of Marine Science, University of Hasanuddin.Makassar

porites.geology.uiowa.edu [Diakses tanggal 17 April 2013]

www.aquatic-experts.com/saltwater_invertebrates.html[Diakses tanggal 17 April 2013].


CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI QUICKBIRD



INDRAJA KELAUTAN

APLIKASI CITRA SATELIT RESOLUSI TINGGI
“QUICKBIRD”

logo-unhas-warna.jpg
WIDYASTUTI
L111 11 09
ILMU KELAUTAN

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013


Citra Resolusi Tinggi
Satelit Quickbird
Terdapat beberapa citra satelit yang digunakan dalam aplikasi data penginderaann jauh yang digunakan dalam pemetaan terumbu karang diantaranya yaitu citra Quickbird, Landsat, IKONOS, SPOT, Aster, dll (Sutanto, 1999).
Ø  Satelit Quickbird

     Satelit Quickbird merupakan citra satelit yang memiliki resolusi tinggi, satelit ini memiliki dua macam sensor yaitu :
Nama sensor
Resolusi spasial
Sensor pancrhomatic
0,6 m
Sensor multispectral
2,44 m
    
     Tingginya resolusi spasial pada citra ini memberikan keuntungan untuk berbagai aplikasi, terutama yang membutuhkan ketelitian tinggi pada skala arrea yang kecil. Contohnya adalah pemetaan detail dan perencanaan kota. Dengan resolusi yang sangat teliti yang dimiliki oleh citra tersebut sehingga sangat cocok untuk digunakan sebagai aplikasi dalam memetakan terumbu karang pada setiap kedalaman seperti yang telah digunakan oleh beberapa mahasiswa dalam melakukan penelitian.
     Aplikasi penginderaan jauh utnuk terumbu karang yanmg menggunakan satelit Quickbird yang memanfaatkan sifat radiansi elektromagnetik pada daerah spktrum tampak. Spektrum ini menembus air sehingga dapat merekam terumbu karang yang berada di bawah perairan.
     Pada prinsipnya sensor satelit yang memopunyai kanal pada spektrum sinar biru dan hijau dapat dipergunakan untuk mendeteksi terumbu karang, seperti yang dimiliki oleh satelit Quickbird.
     Satelit ini merupakan orbit polar sunsynchronus, yaitu orbitnya akan melewati tempat-tempat yang terletak pada lintang yang sama dalam waktu lokal yang sama pula. Satelit Quickbird melewati tempat yang sama untuk satu putaran 1-3 hari ( resolusi temporal), hal tersebut merupakan kemajuan yang sangat hebat dibandingkan berbagai satelit yang diluncurkan tahun 1980-an dan 1990-an.

Ø  Informasi untuk citra satelit Quickbird
ketinggian
450 km
cakupan
16 x 16 km2
Band 1
0,45 - 0,52 (biru)
Band 2
0,52 - 0,60 (hijau)
Band 3
0,63 - 0,69 (merah)
Band 4
0,76 - 0,89 ( IR dekat)



DAFTAR PUSTAKA
Sutanto. 1194. Penginderaan jauh jilid I. Gajah Mada University Press. Balaksumur. Yogyakarta.

Rambungan M. 2012. Pemetaan Tutupan Terumbu Karang Pada Berbagai Kedalaman Di Perairan Pulau Barranglompop Melalui Transformasi Citra Quickbird (Dalam Skripsi). Universitas Hasanuddin. Makassar.



LAPORAN OSKIM " BAHAN ORGANIK TERLARUT"

HASIL PARAMETER KIMIA PERAIRAN
DI PERAIRAN PAOTERE MAKASSAR
PENENTUAN KADAR BOT DALAM AIR LAUT

NAMA                                  : WIDYASTUTI
NIM                                     : L 111 11 009
KELOMPOK                      : 4 ( SIANG )


logo-unhas-warna.jpg
LABORATORIUM OSEANOGRAFI KIMIA
JURUSAN ILMU KELAUTAN
FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2013


I. PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Perairan pesisir merupakan perairan yang sangat kaya akan berbagai macam zat kimia terutama bahan organik. Dimana keberadaan bahan-bahan organik ini sangat mempengaruhi distribusi organisme yang ada didalamnya. Bahan organik yang dikandung oleh suatu perairan merupakan parameter kesuburan perairan tersebut (Riley dan Chester, 1971).
Substansi kimia yang tidak mudah terurai (seperti organoklorin, hidrokarbon, dan logam berat) disebut substansi atau komponen yang resisten. Komponen kimia ini akan berada relatif lama dalam ekosistem perairan pesisir dapat terakumulasi dalam biota laut (tumbuhan maupun hewan), kemudian mengalami proses biotransformasi melalui sistem jaringan makanan, dan proses biomagnifikasi di mana kadarnya dalam tubuh biota tersebut akan meningkat.  Pengaruh yang ditimbulkan dapat bersifat akut ataupun kronik (Riley dan Chester, 1975).
Dengan pertimbangan bahwa banyak atau tidaknya  bahan organik dalam suatu perairan kali maka lewat kesempatan praktikum oseanografi kimia ini kami mencoba mempelajari dan mengkaji sejauh mana bahan organik yang terakumulasi atau seberapa besar subsidi dari bahan organik total yang ada di perairan Metro Tanjung Bunga.

B.   Tujuan dan Kegunaan
Tujuan diadakannya praktikum Oseanografi Kimia tentang Bahan Organik Total (BOT) ini yaitu untuk menentukan kandungan Bahan Organik Total (BOT) dalam air laut pada perairan Paotere.
Kegunaan dari praktikum ini yaitu agar mahasiswa dapat memahami dan mengetahui dengan baik kondisi Bahan Organik Total  dan sumber-sumber bahan organik total dalam air laut serta faktor  yang mempengaruhi BOT 


II. TINJAUAN PUSTAKA
BOT menggambarkan kandungan bahan organik total suatu perairan yang terdiri dari bahan organik terlarut, tersuspensi dan koloid.  Prinsip analisa BOT didasarkan pada kenyataan semua bahan organik dapat dioksidasi dengan dengan menggunakan senyawa Kalium permanganat atau Kalium dicromat.  Oksidator yang digunakan pada penentuan BOT adalah KmnO4, diasamkan dengan H2SO4 pekat dan dididihkan beberapa saat (Riley dan Chester, 1975).
Menurut Rignolda (1995) bahwa tingkat produktivitas perairan tawar dapat digambarkan dengan melihat total bahan organik yang dikandungnya bahan organik sebagian besar dihasilkan oleh detritus yang dimanfaatkan sebagai nutrien bagi tumbuhan air dan organisme dekomposer dan menyatakan bahwa perairan dengan kandungan bahan organik terlarut di atas 26 ppm tergolong perairan subur.
Empat sumber dari mana senyawa-senyawa organik terlarut dalam air laut berasal, yaitu:
a.    Daratan
b.    Pembusukan organisme-organisme mati
c.    Penambahan metabolik-metabolik ekstraselluler oleh algae, terutama fitoplankton
d.    Ekskresi zooplankton dan hewan-hewan bahari lainnya
Dewasa ini bahan-bahan organik terlarut yang sampai di laut dari daratan bukan saja berasal dari proses-proses alam.  Meningkatnya industrialisasi dan bertambah padatnya populasi manusia mengakibatkan bahwa makin banyaknya limbah organik terlarut yang sampai di laut dari daratan.  Banyak diantaranya mudah mengalami oksidasi dan mengalami dekomposisi bakterial dalam laut.  Tetapi dalam perairan-perairan bahari yang sifatnya agak tertutup seperti perairan estuaria kebutuhan akan oksigen untuk dekomposisi bahan-bahan ini demikian besarnya sehingga dapat membahayakan kehidupan dalam perairan-perairan tersebut (Koesbiono, 1980).


III. METODE ANALISIS
A.     Prinsip Analisis
Prinsip analisa adalah hampir semua bahan organik dapat dioksidasi dengan menggunakan senyawa Kalium permanganat atau Kalium dikhromat. Oksidator yang digunakan pada penentuan bahan organik adalah KMNO4, diasamkan dengan H2SO4 pekat yang didihkan beberapa saat.

B.   Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada percobaan ini yaitu pemanas listrik berfungsi untuk memanaskan larutan, buret asam 50 ml, erlenmeyer 250 ml, gelas ukur 100 ml berfungsi sebagai alat untuk menyimpan larutan, gelas piala 100 ml berfungsi untuk menyimpan larutan, pipet skala 10 ml berfungsi untuk mengambil larutan, thermometer, dan karet bulp berfungsi sebagai alat untuk menyedot larutan.
Sedangkan bahan yang digunakan pada percobaan ini yaitu kalium permanganat 0,01 N ; KMnO4 berfungsi sebagai indikator kuat untuk menentukan kadar bahan oragnik, natrium oksalat 0,01 N; Na2C2O4 berfungsi sebagai bahan yang merubah warna larutan, dan asam sulfat (1:4); H2SO4 berfungsi sebagai bahan untuk mengasamkan sampel.
C.   Prosedur Kerja
Pipet 50 ml air sample, masukkan dalam Erlenmeyer. Tambahkan sebanyak 9,5 ml KMnO4 langsung dari buret.  Kemudian tambahkan 10 ml H2SO4 (1:4). Lalu panaskan sampai suhu 70-80oC, angkat. Bila suhu telah turun menjadi 60-70oC, langsung tambahkan Natrium oksalat 0,01 N secara perlahan-lahan sampai tidak berwarna. Segera titrasi dengan KMnO4 0,01 N, sampai berubah warna (merah jambu/pink). Catat ml KMnO4 yang digunakan (x ml). Pipet 50 ml aquades, lakukan prosedur (1-6), catat ml KMnO4 yang digunakan.


D.  Perhitungan
Untuk menentukan Bahan Organik Total (BOT) suatu perairan maka digunakan rumus:
BOT (mg/L)      =
Dimana:
x       = ml KMnO4 untuk sampel.
y       = ml KMnO4 untuk aquades (larutan blanko)
31,6 = Seperlima dari BM KMnO4, karena tiap mol KMnO4 melepaskan 5 Oksigen dalam reaksi ini.
0,01 = normalitas KMnO4


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A.  Hasil
Setelah melakukan percobaan, diperoleh hasil sebagai berikut :
-       Sampel air laut (x)= 20,6 ml
-       Aqudes (y)= 0,6 ml
Perhitungan data
BOT dalam mg/L =
=
=
= 126,4 mg/L
B.  Pembahasan
Pada percobaan ini didapatkan perubahan warna. Air laut yang berwarna bening akan berubah warnanya menjadi merah jambu setelah penambahan KMnO4 dan warna ini tetap walaupun ditambahkan H2SO4. Namun setelah larutan ini dipanaskan dengan hot plate warnanya berubah menjadi orange dan akan berubah menjadi bening setelah penambahan natrium oksalat. Namun setelah  dititrasi dengan KMnO4 warna larutan akan kembali berubah menjadi warna merah muda. Pada perubahan warna ini dapat dikategorikan bahwa BOT pada perairan ini masih dapat ditoleransi.
Berdasarkan hasil analisis data, kadar BOT yang terkandung dalam perairan paotere sebesar 126,4 mg/L. Menurut Rignolda (1995), perairan yang mempunyai nilai kandungan bahan organik di atas 26 ppm tergolong perairan subur. Jadi, bahan organic total yang terkandung dalam perairan paotere tergolong subur. Dan subur tidaknya kandungan BOT pada suatu perairan sangat tergantung pada penambahan dari daratan, proses pembusukan organisme yang telah mati, penambahan oleh metabolisme ekstraseluler oleh alga, terutama fitoplankton, ekskresi zooplankton dan hewan-hewan lainnya.




V. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Dari praktikum yang dilaksanakan dapat disimpulkan bahwa Kandungan BOT yang terdapat diperairan paotere tergolong subur dengan hasil yang didapatkan sebesar 126,4 mg/L
B. Saran
Sebaiknya sebelum melakukan penyusunan laporan ada baiknya asisten memberikan informasi tentang penulisan laporan agar tidak terlalu sulit untuk pengerjaannya.



DAFTAR PUSTAKA
Koesbiono, 1980.  Catatan Kuliah Biologi Laut.  Fakultas Perikanan, IPB Bogor.

Libes, S.M. 1971. An Introduction to Marine Biogeochemistry. Department of Marine Science. University of South Carolina-Coastal College Conway. John Wiley & Sons, Inc.

Rignolda, D.  1995Kontribusi Hutan Mangrove dalam Penyediaan Nitrogen dan Fosfor Potensi di Perairan Sekitar Likupang, Kabupaten Minahasa Sulawesi Utara. Tesis. Program Studi Perairan. Program Pasca SarjanaIPB.  Bogor

Riley, J.P and Chester, 1975. Chemmical Oceanography. Academic Press, London and New York.

Riley, J.P and chester, R. 1971. Introduction to Marine Chemistry. Department of Oceanography the University of Liverpool, England. Academic Press, London and New Yor.